“Perjalanan itu menyembuhkan.”
Adalah sedikit dari sekian banyak
quote indah dari buku terbaru kak Ollie, Passport To Happiness terbitan Gagas
Media. Yang juga merupakan buku yang menjadi tema dari Give Away dari Gagas
Media ini dengan judul yang sama, Passport To Happiness. Passport menuju
kebahagiaan.
Bicara tentang bahagia, sebenarnya
aku adalah siswi kelas 3 SMK penganut paham, ‘bahagia itu sederhana’. Ya,
tak ada sesuatu yang benar-benar mewah di dunia ini. Karena semua yang
diciptakan-Nya, kelak hanya menjadi fatamorgana dan fana belaka. Semua yang ada
akan tiada suatu hari nanti. Tapi, dunia yang fana ini adalah labuhan hidup
yang sangat menentukan bagaimana hidup kita kelak di tempat kekal suatu hari
nanti, kampung akhirat.
Hmm.. Kembali ke bahasan utama Give Away ini. Passport To
Happiness, perjalanan menuju kebahagiaan. Seingatku, tempat-tempat yang pernah
kukunjungi selama hidupku tidak seindah tempat yang diceritakan kak Ollie dalam
bukunya. Maupun yang teman-teman lain ceritakan dalam event ini. Namun setelah
banyak mengingat, akhirnya aku menemukan beberapa tempat yang pernah membuatku
bahagia. Beberapa perjalanan menuju tempat itu, yang membuatku bahagia. Ingatanku
mengawang pada perjalanan-perjalanan yang pernah kulakukan beberapa tahun silam
atau bulan-bulan lalu.
Pertama, beberapa
bulan yang lalu, sekitar pertengahan bulan September. Aku bersama kelima
temanku: Ayuk, Noki, Aqil, Berno, dan Wawan. Berkunjung ke Hutan Mangli, di
daerah Grabag, Magelang, Jawa Tengah dalam rangka keperluan syuting film untuk
lomba yang akan kami ikuti. Kami berenam berangkat dari Borobudur pukul 9 waktu
itu. Menyusuri jalan raya Magelang sekitar satu setengah jam dengan motor. Membuat
pantat ini panas rasanya berlama-lama duduk di jok motor. Hmm, walaupun hanya
sekadar membonceng, tapi rasanya tetap capek! Di sepanjang jalan, aku melihat
deretan pinus yang seperti menyengat
penglihatanku yang mulai terkantuk-kantuk. Sungguh, deretan pohon pinus
yang rindang dan dingin itu mampu membius mataku seketika itu juga. Hutan
Mangli, tempat para pinus hidup dan berdiri dengan kokoh ini baru kutahu
terletak di kaki Gunung Andong. Sungguh kebetulan yang membahagiakan! Ingin
rasanya aku mengajak teman-temanku itu mendaki Gunung Andong yang sangat
terkenal di kalangan para pendaki itu. Tapi, tidak lucu kan kalau mendaki
gunung di siang hari bolong? Haha. Akhirnya kami pun hanya bisa menikmati
jajaran pinus yang melingkupi kami bak sejuta tabir yang memisahkan antara
langit, udara bebas, dan tanah tempat kami berpijak. Suasana dingin mendominasi
hutan pinus yang permai ini. Dalam hati, aku berjanji pada diriku sendiri untuk
kembali ke tempat ini. Selain itu, Hutan
Mangli memberiku kenangan tentang persahabatan antara laki-laki dan perempuan
yang seharusnya tetap menjadi sahabat saja, bukan lebih. Ya. Sekarang, aku banyak
belajar dari para pinus yang sedang memenuhi memori dalam ingatanku. Untuk
tidak pernah berharap lebih pada seorang teman. Untuk tetap berdiri dengan kaki
sendiri dengan kokoh dan gagah. Meskipun bersama-sama, terkadang juga
menyenangkan. Senyum getir akhirnya menghiasi wajahku setelah mengingat kembali
kenangan yang telah berlalu itu. Namun setidaknya,
aku pernah bahagia bersama mereka.
Kedua, saat
aku masihlah seorang anak kecil enam Sekolah Dasar dengan segala kepolosannya.
Masih segar dalam ingatan. Ketika dulu, aku sering bersepeda sepanjang pagi,
pun siang, bahkan sore bersama teman-temanku. Ke persawahan, jalanan berbatu,
perkampungan penduduk desa lain, kemanapun! Asalkan perjalanan yang ku lalui bersama
mereka, aku merasa hidup ini lebih hidup. Seakan dunia ini, Tuhan ciptakan
hanya untuk kami, bersepeda dan mengembara. Aku ingat saat semua temanku –
dengan sepeda mereka masing-masing, dan seragam yang masih mereka kenakan. Berkumpul
di depan rumahku, menghampiriku, mengajakku bersepeda kemanapun angin akan membawa
kami berkelana menjelajahi semesta. Lalu dengan senyum yang kelewat lebar, aku tak
sabar mengucap salam pada ibu dan bapakku, seraya berpamitan mencium tangan
mereka. Begitulah seterusnya setiap hari sepulang sekolah. Nana, Erni, Monika,
Mukas, Fajar, Tyo, Bagus. Tujuh nama yang tak akan pernah ku lupa. Mereka
selalu berjasa setiap harinya. Membuat senyum di bibir ini tak pernah redup
karena kebahagiaan yang mereka berikan. Ya, setidaknya asalkan bersama mereka,
ke manapun tujuannya, aku bisa bahagia. Sayang, mengabadikan momen dalam bentuk
foto belumlah terlalu penting bagi kami saat itu.
Pada akhirnya, waktu membawaku
bersama kenangan-kenangan tentang bahagia itu dalam tahap menuju kedewasaan
diriku.
Ketiga, ketika
aku memasuki tahun-tahun pertama di Sekolah Menengah Pertama. Senang sekali
rasanya, aku mampu memasuki sekolah favorit di daerahku. Namun karena letak
sekolah dengan rumahku yang cukup jauh, membuat bapak jadi ikut-ikutan aku
berangkat ke sekolah. Sederhananya, bapak jadi harus meluangkan waktunya setiap
pagi untuk mengantarku dengan motor jadulnya. Tapi, disitulah letak bahagianya.
Bukan tentang seberapa bagus jalan yang kami lalui untuk menuju sekolahku itu.
Tapi tentang momen bersama bapak yang selalu bisa kunikmati setidaknya setiap
hari di pagi hari. Kali ini, aku benar-benar menjadi penganut paham, ‘bahagia itu sederhana’. Ya, sesederhana berangkat ke sekolah
dengan membonceng motor jadul bapak. Beranjak dewasa, membuat arti dari bahagia
menjadi sesederhana itu.
Sekolah. Tempat menimba ilmu, memupuk
mimpi, mengasa harap, menambah pengalaman, mencari teman, bahkan mengisi waktu
luang. Sekolah selalu se-krusial itu dalam pikiranku. Pun momen di pagi hari
saat aku kembali melalui perjalanan menuju ke sekolah bersama bapak. Bapak.
Pria inilah yang tak pernah letih atau pun bosan untuk mengantarku berangkat ke
sekolah setiap paginya. Seperti aku ini pelanggan ojeknya yang sangat setia.
Haha. Tapi tidak seperti itu, kok. Aku hanya ingin saja selalu menikmati momen
kebersamaan dengan bapak sebelum akhirnya aku tak bisa menikmatinya lagi. Sensasi
duduk di belakang kemudi bapak adalah yang selalu ku rindukan tatkala hari-hari
libur seperti hari ini (saat aku menulis, ini hari libur). Aku mendadak
bersyukur masih bisa merasakan kasih sayang seorang bapak yang sangat dalam dan
murni terhadap putri kecil kesayangannya ini. Hmm, bapak tak terlalu suka
difoto.
Keempat, tempat
dimana akhirnya aku selalu pulang. Tempat yang merupakan muara dari setiap
perjalanan yang ku tempuh. Rumah. Aku selalu bahagia berada di rumah. Pun jalan
menuju pulang ke rumah. Tempat semua penatku akhirnya terobati. Tempat segala
harapan, mimpi, serta kebahagiaanku bermula dan akhirnya berakhir pula. Rumahku
adalah rumah sederhana yang dipenuhi banyak jendela. Rumah dengan
ruangan-ruangan sederhana, dengan sekat-sekat yang sering. Sekat yang membagi
semua ruangan dengan bagian-bagian yang membuat ruangan dari rumah ini terkesan
‘banyak’. Ya, rumah kecil dengan dinding separuh triplek, dan separuh lagi batu
bata yang dingin, namun hangat karena kasih sayang dan keharmonisan. Aku tumbuh
dan besar di tempat ini. Aku menjadi diriku yang sekarang karena tertempa di
tempat ini juga. Aku yakin, tak ada tempat indah selain rumahku sendiri. Karena
sesederhana atau seburuk atau sebagus apapun kondisi rumahku, ia tetaplah
rumahku. My home sweet home. Ini ayah,
ibu dan adik kecilku. Aku yang memfoto.
Kesimpulannya, setiap tempat selalu mempunyai
kisah dan bahagianya sendiri-sendiri. Entah itu jauh atau dekat. Sederhana atau
mengagumkan. Kuno atau modern. Asalkan bersama orang-orang terkasih,
mudah-mudahan bahagia itu tak perlu dicari. Tapi datang dengan sendirinya.
Dan pada akhir dari tulisan ini, aku
hanya ingin sedikit curhat. Haha. Ya, aku mengikuti Give Away dari Gagas Media
ini tentunya mengharapkan hadiah yang diiming-imingkan. Apalagi kalau bukan
smartphone alias hp? Hehe, jadi sebenarnya begini, saat aku pergi ke suau
tempat bersama teman-temanku, salah seorang teman meminjam hpku. Dan karena
sesuatu yang membuatnya antusias, tanpa sadar ia menjatuhkan hpku yang membuat
layarnya menjadi pecah seperti ini.
Huhuhu. Sedih sekali rasanya
menggunakan hp tak beres ini selama 4 bulan terakhir ini. Sedih juga karena
temanku itu tidak mengganti biaya ganti rugi secara penuh. Huhu curhat lagi ini
:’( Pada akhir sekali dari tulisan ini aku hanya bisa berdo’a satu hal pada
Allah untuk bisa membujuk admin Gagas Media dan pihak Acer untuk melirik
tulisanku ini lalu memenangkannya sebagai pemenang smartphone Acer itu semoga
:D
Hahaha ngarep pisan euy :D