Satu
hari tanpa percakapan denganmu.
Aku, adalah tunggu menjelma sabar
yang selalu menantimu kembali (lagi).
Aku, adalah kasih sayang di
antara kita yang belum benar-benar kita sempurnakan.
Aku, adalah rasa tak ingin
kehilangan yang nyatanya sesegera mungkin kau usir pergi.
Lalu aku menjadi kenangan tentang
kita yang tak ingin benar-benar usai.
Lalu aku menjadi kehilangan yang
sampai saat ini masih harus kau suruh bertahan sendiri.
Hingga pada akhirnya, aku adalah
aku yang menyayangimu dengan tulus.
Aku, bahkan tak pernah tau
bagaimana denganmu? Karena rasa peduliku saat ini hanya memperkenalkan siapa
aku setelah tak lagi kau perhatikan.
Aku, hanya tak ingin kau
campakkan!
Aku, hanya tak ingin hangat
percakapan kita usaikan!
Aku, hanya tak ingin kita
buru-buru kembali menjadi aku dan kamu!
Tapi kamu, apakah sudah
melupakannya? Melupakan semua yang pernah kita ciptakan? Melupakan semua yang
belum sempat kita sempurnakan, lalu dengan tanpa alasan memilih untuk terburu
pergi?
Sungguh, jemariku seperti
tersengat oleh sesuatu bernama rasa yang menggebu untuk mengungkapkan semua
kekesalanku padamu. Perasaan sangat marah karena kau sukai tanpa alasan,
kemudian kau tinggalkan tanpa alasan pula.
Rasanya aku ingin pergi tapi tak
mampu.
Rasanya aku ingin meninggalkan
tapi tak mau.
Rasanya aku ingin kita kembali
menjadi kita, tapi ku ragu. Setelah kau kecewakan dengan percuma. Karena
perasaan ini hanya kau anggap bual belaka.
Kumohon, jangan begini padaku.
Aku yakin kamu ingin serius denganku. Tapi apa ini keseriusanmu yang sebenarnya?
Apa ini yang kau sebut rasa sayangmu kepadaku yang sesungguhnya?
Datang dan pergi sesuka hati tanpa
alasan. Tidakkah kamu pikir kamu begitu egois? Meninggalkan gadis kecil ini
sendirian. Tega sekali kamu!
Sungguh tak apa jika kamu
memintaku harus kembali sendirian. Tapi setidaknya, berikan aku alasan! Agar
aku dapat dengan ikhlas merelakan! Maka, nantinya aku juga bisa pergi dengan
senyuman.
0 comments:
Post a Comment