Tuesday, October 30, 2018

Surat Cinta untuk PJ ODOP

Surat Cinta Untuk PJ ODOP Pulau Bungin
Salam hangat dan salam cinta terkhusus ketiga PJ (Penanggungjawab) Pulau Bungin, Cak Lutfi, kak Soviatriana, dan kak Tya Romana. Banyak terimakasih yang mustinya terhatur dari kami semua, anggota Pulau Bungin.
Terima kasih karena telah begitu sabar menemani perjalanan kami selama di ODOP ini. terutama di Pulau Bungin. Terima kasih atas materi-materi kepenulisan yang telah diberikan, yang mungkin tak bisa kami dapatkan secara Cuma-Cuma di firqah atau tempat yang lain. Terima kasih banyak atas apa-apa yang kalian dan pihak ODOP berikan kepada kami. Kami, terutama saya sadar betul begitu banyak kekurangan yang ditorehkan selama menjadi anggota ODOP.
Selama tujuh hari itu, hanya sehari saya mengerjakan tulisan dengan sistem kebut semalam. Entah karena apa saya benar-benar tidak bisa membagi waktu barang sepuluh menit untuk menyempatkan menulis setiap hari lantas diposting di blog sendiri. Sebenarnya mungkin saya punya, namun dialihkan untuk tulisan yang lain atau kegiatan lain yang memang begitu padatnya. Hehe, maaf jadi curhat sendiri.
Intinya, terima kasih banyak sekali lagi untuk segenap PJ Pulau Bungin, para senior-senior di ODOP beserta jajarannya, dan seluruh peserta ODOP lain yang masih bertahan di tengah eliminasi seiap minggunya. Kalian telah memberikan yang terbaik pada kami semua. Saya amat beruntung bisa menjadi salah satu di antara kalian, meskipun sering sekali absen tidak mengisi blogwalking, dan yang paling sering bayar utang tulisan selama seminggu. Hehe, saya juga meminta maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya atas perilaku saya itu. semoga, di akhir pembelajaran ODOP ini, bukan menjadi akhir dari segalanya, melainkan awal untuk kita semua bertumbuh menjadi para penulis yang berkualitas dan bermanfaat untuk sesama. Sepertinya masih banyak kata-kata yang ingin saya utarakan pada titik ini. Namun, mungkin kata-kata saja tidak dan belum cukup untuk menggambarkan segalanya. Semoga, di lain waktu sua menjadi salah satu hal yang kemudian bisa mengeratkan lagi tali silaturahim ini. aamiin.

Risma Ariesta, Pulau Bungin.

#TantanganODOP6
#odopbatch6
#

Eksistensi Blogger dan Manusia Digital



Setiap pagi setelah aku membuka mata, kurang afdol rasanya kalau tidak membuka gadget dulu. Menghidupkan data, mengecek chat di WA atau notifikasi di IG. Salah satu kebiasaan yang bisa jadi buruk, karena membuat diri lama untuk bergegas bangkit dari tempat tidur. Namun, apakah kebiasaan tersebut bisa digolongkan menjadi kebiasaan baik? Entahlah. Kurasa, aku sudah pantas menyandang predikat sebagai manusia digital.
Benar saja, hari-hariku tidak pernah luput dari bermain hp, laptop, dan lain sebagainya. Wi-fi dan kuota internet seolah menjadi sebuah kebutuhan agar tetap bisa bertahan hidup. Betapa begitu tergantungnya diri ini pada hal-hal sepele semacam itu. Namun, jika salah satu dari kedua hal itu tak terpenuhi, maka ada saja perasaan yang hilang. Seolah membutuhkan sesuatu untuk bisa tetap menyambung kehidupan.
Lucu memang. Hidup di era digital seperti sekarang ini membuat banyak orang serba salah. Di satu sisi, kehidupan seolah menjadi begitu mudah karena fleksibelitas teknologi informasi dan komunikasi yang kian menyingkat dan tanpa ada jarak lagi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dari suatu ruang ke ruang lainnya. mudah saja bagi seseorang untuk berkomunikasi tanpa peduli lagi pada jarak dan waktu. Namun di sisi lain, orang-orang menjadi begit bergantung pada keadaan yang serba mudah ini. menjadi pribadi-pribadi instan yang maunya apa-apa langsung jadi.
Serunya hidup di era digital kadang membuat seseorang yang awalnya bersemangat mengerjakan suatu hal, lantas tiba-tiba di tengah jalan terjeda karena melihat story wa teman dahulu. Atau mungkin membalas chatting terlebih dahulu, lantas terus-terusan melakukan hal yang sama, dan lupa pada niat di awal untuk melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Serunya hidup di era digital juga bisa membuat seseorang yang awalnya terbelakang, menjadi seseorang yang begitu terdepan dalam hal informasi. Tersebab keberadaan ruang dan waktu hanya menjadi setipis benang, bahkan tak lagi memiliki batas. Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dengan karya dan hal-hal bermanfaat lainnya, adalah salah satu kelebihan yang begitu luar biasa.
Selain itu, hidup di era digital berarti juga mempunyai dunia lain yang berupa digitalisasi kehidupan. Hal ini memungkikan seseorang juga memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan digital, atau tak terlihat seperti halnya pekerjaan-pekerjaan biasa yang selama ini kita kenali.
Seperti halnya blogger, online shopper, jasa penulisan artikel digital, dan lain sebagainya. Sebagai seorang blogger misalnya, harus sebisa mungkin merawat blognya hingga benar-benar menghasilkan pundi-pundi untuk membeli sesuap nasi. Salah satu cara agar blog menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan ialah dengan mendaftarkannya pada domain yang sudah diakui.
Domain murah menjadi pilihan bagi para blogger untuk bertahan hidup dalam dunia blog. Membeli hosting murah juga bisa menyelamatkan eksistensinya di dunia digital yang semakin keras ini. Nah, domain sendiri merupakan nama unik yang diberikan untuk mengidentifikasi alamat (IP address) server komputer seperti web server atau email server di internet. Sedangkan fungsi domain sendiri yakni adalah untuk mempermudah pengguna di internet pada saat melakukan akses ke server, selain juga dipakai untuk mengingat nama server yang dikunjungi tanpa harus mengenal deretan angka yang rumit yang dikenal sebagai IP address.
Sedangkan hosting (Web Hosting / sewa hosting) adalah penyewaan tempat untuk menampung data-data yang diperlukan oleh sebuah website dan sehingga dapat diakses lewat Internet. Data disini dapat berupa file, gambar, email, aplikasi/program/script dan database. Hostingan sendiri mempunyai kapasitas yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan suatu website atau aplikasi. Misalnya Hostingan digunakan oleh website universitas untuk menyimpan data para mahasiswa, atau bisa juga menyimpan informasi seperti gambar, artikel, file dokumen dan lainnya di database yang ada pada hostingan.
Domainesia menjadi rekomendasi bagi Anda yang menginginkan jasa.

#TantanganODOP6
#odopbatch6
#nonfiksi
#lombablog

Sunday, October 28, 2018

One Day One Post : Tantangan VII 1 - It's Not Me

It's not me
It's not myself
I lost control of what my power should be

Somehow, I don't know why I could be at this point
I lost to another person
Me become foreign and can't recognize

I'm lost,
melting,
then destroyed to pieces
Into the dust of the universe that oscillates in free galaxies

#TantanganODOP6
#onedayonepost
#odopbatch6
#fiksi

Jatuh Cinta Diam-Diam 2


Tibalah hari pertama sekolah. Saat Mira harus bertemu dengan anak-anak dari smp lain, yang akan menjadi teman satu angkatannya selama tiga tahun kedepan. Pandangam tidak suka dan merendahkan hadir dalam diri Mira. Karena saat smp ia terbiasa berkumpul dengan orang-orang hebat dengan nilai-nilai yang selalu tinggi pada mata lelajaran apapun, bertemu dengan anak-anak dari smp-smp swasta atau smp negeri yanh daftar rangking mereka ada dibawah daftar rangking smp Mira dulu menyebabkan setitik sombong bertahta dihati Mira. Sialnya, Mira tidak langsung sadar dengan hal itu. Ini juga yang membuat Mira malas berkenalan dengan mereka.

"Mbak, kenalin. Aku Tasya." Ucap anak pwrempuan yang duduk di sebelah kanan Mira. Lesung pipitnya langsung menyeruak di kedua pipi tembamnya. Sementara tangan kanannya terlurur menunggu bersambut.

"Mira." Jawab Mira singkat. Ia paksakan senyum termanisnya, lalu membalas uluran tangan Tasya.
"Smp mana dulu mbak?" Tanya Tasya polos.

"SMP Negeri Satu Salaman." Kata Mira datar, dengan raut wajah bahagia yang masih dipaksakan. Ada pekik kaget tertahan di wajah Tasya.

"Kok bisa sekolah di sini?" Tanya Tasya ingin tahu lebih jauh.

"Hehe iya." Mira menjawab sekenanya. Malas. Baru kenal sudah kepo. Gimana nanti kalau udah kenal lama? Pikir Mira.

Sebenarnya, ada dua hal mendasar yang menjadi ketakutan Mira sebelum memutuskan menuruti keinginan bapaknya untuk bersekolah di tempat ini. Pertama, ia merasa malu terhadap pandangan guru dan teman-temannya dulu. Yag mungkin akan memandang Mira sebelah mata dikarenakan bersekolah diinstansi swasta. Kedua, orang-orang baru yang mengetahui keunggulan sekolahnya yang lama pasti juga akan berpikir negatif tentang Mira. Apakah ia yang terbodoh di sekolahnya? Sehingga ia bisa kesasar bersekolah di tempat ini? Akhirnya, Mira menjadi pribadi yang cuek dengan apapun.

Sial bagi Mira. Ia baru mengetahui kalau Akbar juga bersekolah di tempat yang sama. Ia sempat takut, apakah cerit masa lalu mereka akan terulang kembali? Atau mereka akan bersikap seperti orang asing, ketika bertemu satu sama lain? Entahlah. Yang jelas, niat mira diawal adalah birrul walidain, atau berbakti kepada orang tua. Dengan menuruti keinginan bapaknya.

Sebelum pemilihan penjurusan kemarin, bapaknya dwngan berapi-api menceritakan tentang om dan bulik Mira dari jalur nenek buyutnya yang juga bersekolah di tempat ini. Buliknya memilih jurusan akuntasnsi. Dan kmnya memilih jurusan Multimedia. Sebenarnya ada satu lagi jurusan di sekolah ini, yaitu Administrasi Perkantoran. Belum selesai guru penerima siswa baru menjelaskan detail setiap jurusan. Tapi, Mira sudah lebih dulu mmberikan tanda centang pada jurusan Multimedia.

Di sinilah Mira sekarang. Dikelas 1MM1. Setelah tiga hari kemarin penjelasan panjang lebar dalam ruang kelas yang dibuat layaknya aula. Karena waktu masuk sskolah pertama bersamaan sengan puasa ramadhan, makan kegiatan MOS pun hanya sebatas mensengarkan pengarahan dari pemateri-pemateri maupun guru-guru yang sudah dipersiapkan oleh sekolah jauh-jauh hari.

Pembagian kelas berlangsung dengan tidak khidmat. Anak-anak laki-laki yang sebwlumnya mendaftar di jurusan akuntansi dan administrasi perkantoran, aaling berebut tempat duduk untuk berpindah ke jurusan Multimedia. Setelah dijelaskan berbagai macam keuntungan yang akan didapatkan ketika berada di kelas Mulrimedia. Beruntung bagi Mira, yang sejak awal memilih jurusan ini.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
This entry was posted in

Jatuh Cinta Diam-Diam 1


Lembar demi lembar kertas binder, Mira buka dengan antusias. Berharap ia menemukan salah satu cerita tentang episode cintanya yang terhebat. Hingga ia berhenti dibeberpa lembar kertas binder putih yang mulai menguning. Ia masih ingat. Ini adalah tulisan-tulisan tentang cinta dalam diamnya saat masih duduk di kelas satu SMK. Saat ia mulai lelah dengan status jomblonya semasa SMP. Ya, tiga tahun berikutnya, Mira memilih untuk sendiri. Fokus pada pendidikannya di sekolah menengah pertama terbaik di kabupatennya. Dan sebisa mungkin melupakan cerita masa lalunya bersama Akbar dulu.

Selepas memutuskan hubungannya dengan Akbar, niat awal Mira adalah kembali melanjutkan hubungan itu. Tapi, entah kenapa hatinya ingin berhenti saja jatuh cinta kepada orang yang selama 8 tahun yang lalu telah ia cintai. Mungkin, Mira merasa lelah dengan hal itu. Dan selama 3 tahun di SMP, ia lalui dengan tanpa cinta sebagai peneman hari-hari.

Mira kembali membaca tulisannya sendiri yang ia tulis dengan tinta merah kala itu. Sedikit usang, karena termakan waktu. Perlahan tapi pasti, ingatannya kembali ke masa dimana pertama kali ia memasuki Sekolah menengah kejuruan untuk yang pertama kali. Sekolah, yang sebelumnya tidak ingin ia masuki. Sebagai seorang lulusan dari sekolah terbaik, dirinya merasa malu bila harus bersekolah di sekolah swasta seperti aekolahnya saat ini. Malu terhadap guru-guru serta teman-temannya. Tapi, nyatanya hal itu tidak berlangsung lama. Karena ada saja cara Tuhan untuk membuat Mira tetap bertahan. Dengan pertahanan yang bahagia.

Saat itu, sekitar awal bulan Agustus 2013. Bertepatan dengan bulan Ramadhan 1434 H. Mira menjalani masa orientasi siswa di sekolah barunya dengan malas-malasan. Sebenarnya, karena alasan biaya dan kebutuhan rumah tangga yang kian mencekik lah yang membuat Mira berada di sini.

Bapaknya dulu yang mendaftarkan Mira bersekolah di sini, ketika mengetahui ada surat khusus yang dilayangkan oleh sekolah ini kepada Mira dulu. Ketika ia masih berada di smp. Bapak Mira langsung tergiur dengan tawaran pendaftaran gratis, beasiswa bagi murid yang berprestasi, serta tunjangan gratis uang SPP ketika mengindahkan mendaftar di sekolah tersebut melalui jalur ini, jalur khusus. Awalnya, Mira sangat malas menuruti perintah bapaknya ini. Lalu mengancam akan bersekolah di tempat lain, jikalu dalam masa pendaftarannya di sekolah ini, tidak ada teman satu smp nya yang juga ikut mendaftar. Saat itu, Mira tidak berpikir panjang. Mau ia mengancam bagaimanapun, yang membayar biaya sekolahnya adalah tetap orang tuanya, bapak dan ibunya. Jadi, ssbagai anak yang baik, ia hanya harus berbakti dengan sepenuh hati. Tanpa membantah, ataupun berkata 'ah' pada keduanya.

Mira menurut. Meski sekali dua ia bersungut-sungut, bahkan didepan guru yang mendata penerimaan siswa baru tersebut. Tidak berapa lama, datanglah siswa lain yang juga ingin mendaftar. Tak disangka, siswa tersebut adalah juga teman smp Mira, meskipun tidak akrab dan tidak pernah sekelas, tapi mereka mengetahui nama masing-masing satu sama lain. Mira kalah telak. Yang ia lakukan sekarang hanyalah harus menurut dan mengikuti apa kata bapak selanjutnya.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
This entry was posted in

Si Kulit Putih III


"Siapa namanya?" Tanya ibu ketika selesai mengobati lukaku. Hanya butuh sedikit sentuhan antiseptik, obat merah, dan sedikit plaster pada luka-luka di kaki kiriku.

"Si kulit putih, bu." Jawabku. Tak terasa, menyuarakan apa yang ada dipikiranku.

"Nama yang bagus." Kata ibu menyeringai penuh arti.

"Eh emm.. itu bukan nama aslinya lah bu!" Protesku begitu sadar.

"Iya, ibu tahu. Ibu hanya memujimu yang kreatif saja menamai orang sesuka hati. Hahaha." Tawa ibu memenuhi seluruh kamarku.

Hari-hari setelah hari itu, aku baru tahu namanya. Eduard Friederich Hartman. Hmm. Lidahku kadang keseleo ketika mengucapkan namanya. Aku tidak bisa mengejanya dengan benar. Kata Ed, begitu sapaan akrabku, ia mendapatkan nama itu karena dulu, keluarga ibunya adalah kebangsaan Jerman. Tapi, ibunya lantas bermigrasi ke Indonesia karena suatu alasan yang bahkan Ed sendiri tidak tahu.

Aku mengerti sekarang. Jadi, mata kelabu dan rambut pirang kekuningan itu Ed dapatkan dari ibunya. Ya, setelah hari itu berlalu, Ed memang sering main ke rumahku. Kadang mengajariku bersepeda, atau bermain permainan lain yang membuat aku cepat akrab dengannya. Benar, kan kataku? Dia sangat ramah dan perhatian.

Hari-hari berlalu begitu cepatnya. Tanpa terasa, mengubah bulan, pun tahun. Aku sudah kelas lima semester dua. Sebentar lagi kelas enam. Kata ibu, aku harus banyak belajar dan membaca untuk bisa lulus dengan nilai yang maksimal. Ya, ibuku selalu menanamkan hal itu padaku. Nilai lebih penting, lulus dengan baik tidak kalah penting. Dan menjadi yang terbaik, terutama memperoleh peringkat pertama, adalah yang terbaik. Karena aku  terbiasa dengan paradigma itu sejak kecil, aku jadi terlalu phobia mendapatkan nilai dibawah tujuh. Dapat nilai tujuh pun, kadang hatiku merasa kecewa. Aku kurang maksimal dalam mengejar nilai. Dan sampai pada titik ini, tujuan utamaku adalah ingin membahagiakan ibuku ddngan menuruti semua perkataannya.

Berbeda dengan ayah, beliau tak pernah mempermasalahkan hal-hal seperti ini. Yang beliau bentuk dariku adalah kedisiplinan dan tepat waktu. Pun kadang juga mengajariu kemandirian, semisal mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci piring  sendiri selepas makan, mencuci bajuku sendiri, menyapu kamar, dan pekerjaan-pekerjaanlain yang memang harus dikerjakananak perempuan pada umumnya. Meskipun begitu, ayah dan ibuku tetap satu tujuan. Yaitu mendidikku dengan baik. Ini yang membuatku selalu membangga-banggakan mereka dimanapun berada. Cara mereka mendidikku sebagai anak tunggal yang tidak manja, yang berdikari. Hanya rasa syukur kepada Tuhan yang selalu terucap di mulut serta hati ini.

Hari itu Sabtu, pagi hari sebelum pukul tujuh. Aku sedang bersiap hendak berangkat ke sekolah. Tidak ada ibu yang menyisir, lalu menguncir rambutku. Pun ayah yang bersedia mengantarku. Tidak. Aku melakukan semuanya sendirian. Termasuk berangkat sskolah. Aku mulai benar-benar mahir bersepeda roda dua sejakdua tahun lalu. Sejak aku duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Ya, aku akui, Eduard telah berjasa besar bagiku.

Kring kring!

Bel sepeda Eduard. Aku nyaris hafal mati dengan bunyi itu.

#komunitasonedayonepost
# ODOP_6
This entry was posted in