Sumber : The Daily Star |
Berbicara tentang Quarter Life
Crisis, nampaknya istilah itu masih asing terdengar di telinga sebagian
besar dari kita. Lalu, apa sebenarnya definisi Quarter Life Crisis itu
sendiri?
Secara sederhana, istilah Quarter
Life Crisis adalah suatu istilah dalam Bahasa Inggris. Merupakan suatu krisis
diri yang biasanya diderita oleh mereka yang berada dalam kisaran usia 25-an ke
bawah. Tak jarang, para remaja yang menjelang dewasa seperti usia 20-an juga
sudah mulai terjangkit penyakit ini. Namun pada umumnya, penderita Quarter
Life Crisis kebanyakan adalah mereka yang berusia 25-an. Quarter Life
Crisis bisa juga disebut dengan krisis seperempat abad, sesuai dengan
terjemahan maknanya dalam Bahasa Indonesia.
Pada sebuah kesempatan, penulis
berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan seorang narasumber yang
merupakan teman penulis sendiri ketika SMK. Namanya Devi Noviyati, seorang
mahasiswi Semester 5 jurusan PGMI di Universitas Negeri Semarang. Topik
wawancara yang diangkat juga merupakan pertanyaan-pertanyaan seputar Quarter
life Crisis. Berikut adalah hasil wawancara dengan narasumber.
Pewawancara : Halo, Dev.
Assalamualaikum, apa kabar?
Narasumber : Waalaikumussalam,
Ris. Kabar baik. Kamu gimana?
Pewawancara : Alhamdulillah,
aku juga baik, Dev. Oh ya, aku pengen wawancara kamu, dong. Boleh, ya?
Narasumber : Temanya
tentang apa, Ris? Silakan.
Pewawancara : Tentang Quarter
Life Crisis. Apakah sebelum ini kamu pernah mendengarnya?
Narasumber : Pernah, Ris.
Setahuku, Quarter Life Crisis ini bisa juga dikatakan sebagai krisis
dalam pencarian jati diri, ya. Jadi kan jati diri itu merupakan ekspresi batin
mengenai peran kita di dunia ini. Maksudnya, jati diri itu berisi tentang
apa-apa yang seharusnya kita lakukan, apa tujuan kia, dan mungkin tentang
bagaimana atau dengan cara apa kita akan mencapai tujuan-tujuan itu. Nah,
krisis jati diri bisa juga diartikan dengan seseorang yang tidak mengetahui
apapun tentang dirinya, tujuan hidup, serta apa dan bagaimana langkah yang
harus ia tempuh untuk menjalani kehidupan ini.
Pewawancara : Wah, mantap
jawabannya keren banget, Dev. Oh ya,lalu kenapa sih, kamu atau kita itu harus
bisa mengontrol atau menguasai diri sendiri ketika berhadapan dengan atau
sedang berada di tengah-tengah banyak orang?
Narasumber : Jadi,
menurutku penguasaan diri atau kontrol diri itu penting banget buat bisa
dikuasai setiap kita, Ris. Urgensi dari penguasaan diri atau yang selanjutnya
kita sebut dengan self control, adalah karena landasan atau prinsip
masing-masing orang yang berbeda-beda. Kita tidak bisa dan tidak boleh
memaksakan kehendak diri kita pribadi agar mereka sepakat dengan pandangan
kita. Namun, jika mungkin self control kita belum baik, lalu kita justru
banyak memaksakan kehendak kepada orang lain, maka bisa jadi perselisihan,
bentrok, ketidaksepahaman akan terjadi, dan justru malah merugikan diri kita
sendiri. Jadi, mengetahui akar permasalahan sedari awal, kemudian menyadari
kemampuan sekaligus kekurangan diri dalam hal ini sangatlah perlu untuk kita
miliki.
Pewawancara : Wow! Aku
setuju juga sama kamu, Dev. Soalnya, mungkin masih sedikit orang di luar sana
yang berpikir hal-hal kecil semacam menguasai diri atau self control itu
nggak terlalu penting. Jadi, di sini aku dapat pencerahan dari pemaparanmu. By
the way, berangkat dari permasalahan tadi, kira-kira kapan kamu merasa sudah
cukup dewasa dalam menyikapi suatu permasalahan?
Narasumber : Hmm.. Udah
mulai spesifik, ya Ris? Hehe. Mungkin, bagiku nggak ada waktu khusus.
Melainkan, kedewasaan itu muncul pada saat-saat tertentu, dalam situasi yang
juga tertentu. Aku pribadi merasa aku sudah cukup dewasa ketika mampu menepis
egoisme pribadi demi kebahagiaan orang lain. Semisal dengan membiarkan dia
bersama orang lain yang lebih dia cintai mungkin. Hahaha.
Pewawancara : Hahaha.
Waduh, waduh, waduh. Jangan baper duluan ya, Dev. Tenang aja, masih banyak kok
yang nanti ngantri mau meminangmu. Eaak. Nah, sejauh ini siapa sih tokoh atau
orang yang memotivasi dirimu?
Narasumber : Hehe, yang
pasti orang tua dong, Ris. They are the best for me pokoknya. Nggak ada
tandingannya sampai saat ini, dan mungkin sampai kapanpun.
Pewawancara : Bener
banget, Dev. Orang tua ibarat kata malaikat tanpa sayap bagi hidup kita. Karena
merekalah kita ada. Hiks, jadi terharu nih, Dev. Oh iya, masih terakhir nih,
Dev. Gimana, sih cara kamu pribadi untuk menyikapi permasalahan ketika berada
pada usia 20an ke atas yang masih rentan stress, labil, dan lain
sebagainya? Mungkin kamu bisa nyebutin tips triknya, nih buat kita. Hehe.
Narasumber : Kalau ditanya
tentang cara, mungkin setiap orang beda-beda ya, dalam menyikapi atau
menjalankannya. Tapi bagiku pribadi, beberapa cara ini terbukti ampuh untuk
mengatasi stress atau ketidakstabilan emosi yang mungkin pernah kualami.
Misal permasalahannya banyak banget deadline yang harus dikerjakan
dengan segera, padahal udah jenuh banget di kamar gara-gara ngerjain tugas
terus. Kalo aku misal rasanya kepala udah mau pecah, yaudah sih tinggalin dulu
semua beban, trus keluar gitu jalan-jalan. Lihat langit kek, awan kek, yang
penting keluar buat sekadar cari angin segar biar pikiran nggak suntuk di tugas
mulu. Misal juga bisa cuci mata di tempat-tempat wisata atau tempat umum yang
sering ramai orang, dan lain sebagainya. tapi kalau buat ngatasin emosi yang
kurang stabil, aku biasaya banyak-banyak istighfar sama allah, mohon
ampun kalau mungkin ada dosa yang kulakukan di hari itu. memperbanyak baca atau
denger sholawat, murotal, atau musik religi yang bisa ngademin lagi emosi yang
sedang tinggi. insyaAllah, kalau niatnya baik pasti hasilnya bakalan baik.
Pewawancara : Mantap banget
lah, Dev. Makasih banyak atas jawaban-jawabannya, sangat bermanfaat banget.
Terima kasih juga atas waktunya, dan mau berkenan untuk jawabin
pertanyaan-pertanyaanku. Lain kali, mungkin bisa lagi, ya. Hehe.
Wassalamualaikum.
Narasumber : Sama-sama,
Ris. Aku juga seneng kok bisa bantuin. Aamiin, semoga bisa bermanfaat buat
banyak orang, ya. Waalaikumussalam.
#NonFiksi
#ODOPBatch6
0 comments:
Post a Comment