Apa yang bisa dilakukan oleh seorang gadis biasa
sepertiku? Bahkan, untuk sekadar mencintaimu saja aku tidak memiliki apapun
untuk bisa mempertanggung jawabkan perasaan ini. Hanya diriku yang kupunya.
Yang punya mimpi dan harapan besar kepada Allah untuk bisa membersamaimu kelak,
menghabiskan sisa usia.
Meskipun, tak kupungkiri bahwa pada setiap kali
munajatku kepada Rabb terdapat harapan besar, bahwa kelak yang akan meminangku
adalah kamu. Namun aku juga tidak ingin menjadi hamba yang durhaka dengan terus
menerus mendikte Tuhan secara demikian.
Pun begitu, aku lebih mengetahui siapa diriku yang
sesungguhnya. Lebih bisa mengontrol bagaimana aku harus bertindak dan bersikap.
Menjadi bijak dan dewasa pada keadaan tertentu. Namun juga bisa bermanja dan
kekanakan pada situasi yang juga mendukung untuk bisa berbuat demikian.
Dengan begitu, sebenarnya aku paham bahwa mengagumimu
akan menimbulkan risiko besar dalam kehidupanku nantinya. Namun, apalah daya
diri ini. Aku tak berdaya untuk menolak, meskipun dengan kuat, perasaan yang
telah Allah titipkan ini.
Ya, seperti yang juga kamu tahu. Bahwa perasaan ini
pasti tidak begitu saja ada. Karena ia datang dengan cara menelusup ke dalam
hati yang tentu saja dihembuskan oleh Allah sendiri. Ia, yang menganugerahkan
perasaan ini untuk kujaga dan kurawat dengan baik. Dengan kamu sebagai
objeknya.
Sungguh, sampai detik ini aku benar-benar masih
berharap kepada Allah, bahwa kelak yang akan menjadi jodohku adalah kamu. Tidak
di dunia, insyaAllah di akhirat. Karena perkara ini sungguh ingin aku
perjuangkan. Namun, kembali aku berkaca tentang siapa diriku. Aku tidak cukup
berani untuk mengutarakan yang sebenarnya kepadamu, mungkin karena perbedaan
status sosial kita di masyarakat. Meskipun aku tahu, bahwa selamanya kau tak
akan pernah mempermasalahkan hal ini. Hanya saja, aku saja yang memang kurang
berani.
Padahal, aku sempat berkecil hati ketika tahu bahwa
kau telah memiliki seseorang yang istimewa di hatimu. Ya, bukan sekali dua
ternyata aku mengetahuinya. Entah benar, entah tidak. Anehnya, perasaanku tetap
sama. Tidak berubah, bahkan justru semakin menguat. Keyakinan akan dirimu
begitu hebat. Seperti sebuah perangkat keras yang menemukan radar yang selalu
membimbingnya untuk tidak tersesat, begitulah yang dirasakan hatiku saat ini.
Aku merasa telah begitu dekat dengan pernikahan. Walaupun, sampai detik ini aku
bahkan tidak tahu bagaimana caranya agar bisa bertemu denganmu.
Masa depan adalah kumpulan keberhasilan yang sampai
detik ini masih kubangun di kerajaan mimpiku. Terasa begitu jauh, namun
kenyataannya tidak juga. Ia dekat. Kita selalu bisa mencapainya. Namun, setiap
satu loncatan masa depan itu berhasil kita capai, maka loncatan lain akan
menunggu untuk juga diwujudkan. Begitu seterusnya.
Kamu tahu tidak? Bahwa selama kamu masih menghubungiku
setiap hari, melalui pesan-pesan singkat tapi bermakna itu. Harapanku terus
saja membumbung sampai tinggi menyentuh langit. Kian panjang angan-anganku
untuk terus menggenggam namamu dalam keyakinan hatiku. Mungkin, aku rasa diriku
memang bersalah telah berbuat demikian. Karena bisa jadi, kamu pun berbuat
demikian pada orang lain selain aku, bahkan apakah mungkin kepada semua orang?
Entahlah. Sebenarnya, aku tak mau ambil pusing tentang masalah ini. Hanya saja,
karena kehadiranmu yang terus menerus di kolom notifikasi ponselku membuatku
terus saja berpikiran positif.
“Barangkali kamu juga memiliki perasaan yang sama,”
“Barangkali Allah telah menakdirkan kamu sebagai orang yang ditugaskan untuk
membimbingku kelak,” “Barangkali diriku, visi dan misi kita, di masa depan akan
sama, dan menjadi kuat jika kita benar-benar menyatukannya.” atau apapun itu
bentuknya. Yang jelas, selama pikiran-pikiran positif ini terus saja memenuhi
kepalaku, aku belum bisa berhenti untuk mengharapkanmu kepada Allah.
Tuan, jika memang engkau adalah orang yang benar-benar
ditakdirkan untukku kelak, semoga kau mau mengajariku tentang banyak hal.
Tentang apa-apa yang belum kuketahui. Tentang apa-apa yang belum bisa kuterima
dengan baik. Tentang segala hal yang berkaitan dengan dunia dan akhiratku,
insyaAllah..
Tapi tuan, jika kelak yang Allah takdirkan untukku
bukanlah kamu, maka semoga saja aku tidak akan kecewa dengan ketetapan Allah.
Sekalipun, ia yang datang tidak lebih baik darimu menurutku, namun bisa jadi
ialah yang terbaik menurut Allah untukku. Karena benar, jodoh, maut, dan rezeki
itu tidak pernah tertukar.
Jadi tuan, untuk mengakhiri tulisan ini, aku akan
selalu berharap kepada Allah tentang segala kebaikan bagi dunia dan akhiratku.
Menghilangkan sedikit demi sedikit keragu-raguan tentang kamu yang masih
menjadi rahasia. Mungkin bahkan meruntuhkan pertahanan harapan, karena
benar-benar tidak kusebut namamu di dalam setiap doaku. Agar nantinya, jika
memang bukan kamu yang menjadi peneman sisa usiaku kelak, hati ini tidak
terkotori oleh apa-apa yang bukan dan belum menjadi hakku untuk memilikinya.
Sekian tuan, tulisan ini kubuat dengan kesadaran
penuh. Tidak bermaksud untuk mengemis cinta darimu. Juga bukan memaksa agar
engkau mau menerima perasaan ini seutuhnya. Namun, tulisan ini menjadi obat
penawar bagi hatiku yang telah lama gundah karena kehadiranmu. Mungkin, memang
aku yang salah..tapi tidak. Hari ini, akan kucoba untuk tidak menyalahkan
siapapun, termasuk diriku sendiri. Selebihnya, mungkin yang akan kulakukan untuk
kedepannya adalah menerima apa-apa yang telah menjadi takdirku. Memaafkan masa
lalu, dan segala sesuatu yang membuatku terluka.
Oke, cukup sampai di sini. Jika tulisan ini kuunggah
di media sosial dan kamu membacanya. Maka ada tiga kemungkinan yang akan
menjadi responsmu. Pertama, kamu tidak peka dan tidak peduli, bahkan tidak
membaca tulisan panjang ini. Kedua, kamu mungkin peka, namun kamu tidak
memiliki perasaan yang sama denganku. Jadi, kuanggap usahaku ini tidak
membuahkan hasil yang kuharapkan. Ketiga, kamu peka dan memiliki perasaan yang
sama terhadapku.
Kamu pasti tahu, kan, sampai titik ini aku
mengharapkan respons yang mana?
Setiap manusia, wajar memiliki fitrah untuk mencintai.
Dan wajar pula, memiliki harapan untuk berbalas. Atau orang yang disukai
memiliki perasaan yang sama dengannya. Ya, sekali lagi kukatakan, bahwa
peristiwa-peristiwa demikian adalah hal yang wajar kita rasakan sebagai seorang
manusia.
Tapi Tuan, apapun respons yang nantinya kamu berikan,
atau tidak kamu tunjukkan itu, mungkin sama sekali tidak akan mengubah apapun
pada hati ini. Aku, yang tetap berharap. Atau aku, yang dengan bijaksana
mengikhlaskanmu yang belum pernah kumiliki.
0 comments:
Post a Comment