Mungkin sudah lima atau enam tahun berlalu sejak hari terakhir
mereka saling memandang satu sama lain. Ssaatnya mereka mengambil jalan hidup
masing-masing. Sementara jarak, ruang, dan waktu telah menghadang mereka di
ambang pintu perpisahan. Mau tak mau, suka tak suka, benih-benih rindu itu
harus mereka tanam juga.
Namun, selama lima atau enam tahun iu pulalah tidak
ada lagi jalinan komunikasi ataupun hubungan baik yan berkelanjutan di antara
mereka. Karena mereka hilang satu sama lain. Tepatnya, ada salah satu di antara
mereka yang paling ingin menghilang.
Laila, nama perempuan itu. Satu tahun terakhir,
namanya tercatat sebagai ilmuwan termuda yang berhasil meraih peghargaan dari Walikota
berkat penemuannya untuk obat-obatan salah satu penyakit langka. Penduduk kota
langsung mengenal namanya sebagai seorang yang amat bersaja. Dan saat itu juga,
John merasa bahagia atas pencapaian seorang yang entah masih bisa ia sebut sebagai
kekasihnya lagi atau tidak. Pasalnya mulai dari hari mereka berpisah, tak
sepatah katapun pernah Laila katakan lagi.
Namun sekarang gadis itu ada di hadapan John. Kata komandan
Arjun, mereka akan ditugaskan berdua untuk sebuah misi penyelamatan kota. Tentu
saja, masih ada harapan di hati John tentang mimpi-mimpi masa lalu yang belum
sempat ia wujudkan bersama Laila. Lantas, ia tidak tahu harus menanggapi tugas
kali ini dengan perasaan yang bagaimana. Apakah harus senang, atau justru sedih.
***
“Sudah lama saya menunggu hari ini tiba. Ternyata,
saya benar-benar bisa bertemu denganmu lagi,” John memulai pembicaraan ketika
mereka telah keluar dari ruangan komandan Arjun.
“Ya, sebuah kebetulan yang terencana,” Lalia
menanggapi dengan senyuman yang membuat kedua pipinya menampilkan lesung pipit
yang indah.
“Kamu tetap cantik seperti dulu. Apakah kamu masih
mengingat apa-apa tentang kita?” tanya John tanpa basa-basi.
Laila terhenyak mendengar kata-kata John barusan. Bukan
lagi ingat, bahkan ia sangat menghafal tiap saat yang sempat mereka habiskan
berdua dulu sebelum kemudian berpisah. Diskusi untuk memecahkan suatu masalah
bersama, adalah salah satu makanan sehari-hari mereka di perkuliahan tempat
mereka menimba ilmu dulu. Kadang, debat-debat kecil juga terjadi di antara
mereka.
“Saya tentu saja masih ingat semuanya, Jenderal,”
senyum itu hilang. Berganti nada putus asa bercampur tundukan kepala yang
mencurigakan.
“Tapi kondisinya sekarang sudah berbeda.”
“Mengapa? Bagaimana bisa?” tanya John dengan ekspresi
panik.
“Saya sudah menikah,” Laila menunjukkan jari manis
sebelah kanannya.
“Tidak, bagaimana mungkin? Bukankah dulu kamu bilang
akan bahwa kita sama-sama saling mencintai? Kenapa? Kenapa hari ini kamu
melupakan janji itu?”
“John, saya tidak pernah melupakan mimpi-mimpi kita. Tapi,
ada sesuatu yang telah terjadi dalam hidup saya, yang tidak bisa saya jelaskan
kepadamu.”
“Tidak, sekarang saya sudah terlanjur tahu. Bagaimanapun
juga, meskipun kamu tahu saat ini saya marah dan sakit hati, kamu tetap harus
bercerita. Seberapa panjang pun latar belakang maupun pendahuluan yang akan
kamu sampaikan, tetap saya dengar dan nantikan.” Seperti biasa, John yang memiliki
sikap tegas untuk dirinya sendiri menunjukkan kewibawaannya pada siapa pun jua
tanpa terkecuali.
“Baiklah, jika kamu memaksa. Jangan pernah menyesal sudah
meminta.”
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
0 comments:
Post a Comment