Thursday, August 20, 2015

Diary Dia

Aku pernah lupa rasanya tersenyum diam-diam ketika bisa bercakap dengan seseorang yang mengerti duniaku-- dunia yang tak pernahdimengerti siapapun.

Aku meraih ponselku di saku celana. Menghidupkan data seluler, lalu menunggu beberapa saat. Kemudian secara bersamaan pemberitahuan-pemberitahuan dari akun media sosialku bermunculan. Menggetarkan ponselku berkali-kali, sampai sesekali lemot untuk disentuh.

Aku membuka pemberitahuan itu satu per satu. Melihati masing-masing akun yang berbeda. Tapi aneh, saat tiba di sebuah pemberitahuan di akun twitterku. Saat membuka notifikasi, hatiku menjadi besar karenanya.

Karena orang yang membuatku tersenyum diam-diam itu mengikuti akun twitterku.

Seumur-umur aku mengenalnya, yang ada aku yang selalu mengikuti akun-akunnya terlebih dulu. Tapi kali ini aneh. Ada yang berbeda dari orang itu. Belakangan ku sadari, setelah hari hari yang berat, aku tak lagi merindukannya. Bukan berpaling kepada laki-laki lain, tapi lebih memilih pergi. Menjauh dari dia, kehidupannya, dan segalanya tentang orang itu.

Lalu belakangan ku ketahui, ternyata hubungannya dengan sang pacar tak lagi sama. Kelihatannya mereka berpisah, setelah beberapa drama putus-nyambung yang mereka alami. Aku kok tahu? Apalagi kalau bukan hasil stalking. Ya, meskipun aku menjauhinya, aku tak pernah menjauhi blognya. Buku diary nya. Aku tak pernah melewatkan satu pun postingannya yang tak ku baca.

Lalu diam-diam aku mengagumi tulisannya. Gayanya dalam menulis seperti sang idola, Raditya Dika. Aku sukw caranya memaparkan kisah hidup yang pernah ia alami. Suka saat dia menyebutkan orang-orang yang berpengaruh dalam hidupnya, termasuk dang ibu yang menurutnya overprotektif, namun sangat penyayang dan penyabar. Aku tahu ini juga dari blognya.

Namun kurasa aku tak pernah sekalipun ia ceritakan. Dalam status status facebooknya yang jenaka, postingan blog yang renyah namun tetap miris, dan entah di dalam hatinya. Belakangan, aku memang tak pernah berharap lebih. Tersenyum bersamanya pun adalah kebahagiaan tersendiri, sampai saat ini. Terlebih lagi yang lainnya.

Ah sudahlah, aku tak ingin membahasnya lagi. Aku ingin pergi lagi.

Jatuh Cinta.. Semudah Itukah??

Kata orang, cinta memang selalu datang di saat yang tidak terduga-duga. Bisa saja datang kepada orang yang sedang bahagia ataupun yang sedang tidak bahagia. Cinta emang seenaknya sendiri.

Mungkin kayak tiga bulan yang lalu. Bulan September. Ceria banget tiap minggunya. Kita main bareng, naik motor bareng, janjian sana sini. Nggak ada masalah. Belum ada masalah. Karena kami pikir, kami semua teman. Teman yang dekat. Sebelum sesuatu yang nggak pernah kuharapkan akhirnya datang.

Dia menyatakannya. Perasaannya untukku. Ku harap itu sekadar candaan yang ku pikir lucu. Tapi lambat laun, sikap dan sifatnya berubah. Berbeda saat di depanku. Dia mendadak perhatian, pengertian padaku. Dan entahlah. Dia seperti memperhatikanku terus menerus. Aku berpikir, apa bagusnya aku? Lalu aku berpikir lagi.

Inikah cinta?

Secepat inikah?

Belakangan aku menyadari kalau cinta tidak diukur dari lama sebentarnya waktu dalam mencintai. Tapi ketulusan dan perasaan yang dalam lah yang bekerja.

Mungkin hal ini pula yang terjadi denganku. Meski dengan tegas aku berkata aku tidak mencintai orang itu, tapi sisi hatiku yang lain sangat takut bahkan tidak ingin kehilangan orang itu.

Ternyata, aku menyayanginya tanpa ku sadari.

Rumah Yang Lain

Hari-hari kelas tiga sudah ku jalani beberap minggu lamanya. Bersama dengan teman-teman lama yang ku kenal dua tahun yang lalu dalam sebuah kelas di jurusan Multimedia, s. u.

Dulu saat aku belum terlalu mengenal mereka, ku pikir mereka dingin dan tak bersahabat sama sekali. Tapi itu dulu, setahun atau dua tahun yang lalu. Sekarang, pikiran itu entah hilang menguap kemana. Yang ku tahu, sekarang mereka adalah manusia-manusia yang menyenangkan, hangat dan sangat setia kawan. Haha.. Semoga selamanya kami akan seperti ini.

Bagiku, kelas ini, 3 Multimedia 1 ini, terlalu nyaman untuk saat sekarang.

Kadang kadang, aku memikirkan bagaimana kami nanti setelah tidak bertemu lagi untuk waktu yang lama? Apakah masih akan saling mengenal? Apakah masih akan saling berhubungan?

Aku terlalu takut kehilangan mereka..

Padahal, misi kami bersama adalah lulus dari sekolah ini. Lalu memilih jalan kami masing-masing. Entah itu melanjutkan sekolah, bekerja, atau apapun itu.


Sebenarnya, saat saat ini bukanlah saat yang tepat untuk bersenang senang lagi. Karena pun sebentar lagi, ujian nasional dan ujian sekolah akan segera sampai ke depan mata.

Mungkin, sekarang ini kami masih bisa mengumbar tawa, saling bercanda, pun bermain-main sesuka hati kami. Tapi jika saat itu telah tiba, saat memasuki bulan bulan akhir kami bersekolah, aku mulai takut membayangkannya.

"Gengs, maaf jika selama kita bersama dalam satu kelas aku selalu menjadi penyebab masalah dalam hal hal kecil. Satu contoh, waktu aku cuek bebek tak memberi kalian contekan saat tes atau ulangan berlangsung selama 3 tahun terakhir ini. Haha. Tidak, aku hanya sedikit bercanda, tapi banyak serius. Hehe.

Dan terimakasih telah menjadi pelangi pun awan mendung dalam hari-hariku selama 3 tahun tetakhir ini. Rasanya, kalian adalah teman-teman tergokil yang pernah aku miliki.

Dan terimakasih kepada orang-orang yang pernah menyakiti aku secara sengaja ataupun tidak. Secara lahiriah maupun batiniah (khususnya hati). Sekali lagi terimakasih.

Dan maaf kepada orang-orang yang pernah aku sakiti hatinya. Maaf juga kepada orang-orang yang kadang aku hiraukan, yang kadang aku cuekin. Maaf."

Akhirnya, aku bangga punya kalian, eks XMM 1 dan XIIMM1.
Aku sayang kalian :*

TERIMAKASIH UNTUK (hampir) TIGA TAHUN YANG SANGAT BERHARGA INI.
This entry was posted in

Yang Orang Itu Pikirkan Tentang Aku..

Gadis bermata sayu itu masih memandangiku. Aku menyadarinya, namun tak pernah kuhiraukan dia. Selalu seperti ini.
Saat kami berpapasan pun, tak ada salam maupun sapa. Aku takut menumbuhkan harapan di hatinya.
Karena sebenarnya, aku tak pernah ingin memberi harapan kepada siapapun. Begitu juga kepada gadis ini. Aku tak ingin menyakiti hati orang lain yang mengharapkanku. Sekeras mungkin aku mencoba untuk cuek padanya.
Dia menyukaiku. Dan aku tahu itu.