Saturday, September 15, 2018

Babak Pertama : Tentang Angan-angan, Kegagalan, dan Pencarian Tujuan [PART 4]

Perihal berharap kepada manusia. Sejatinya, melabuhkan pengharapan terhadap mahluk merupakan satu langkah pertama untuk bisa mengecap kekecewaan seumur hidup. Sebuah metode paling ampuh untuk membuka gerbang penyesalan sepanjang masa. Betapapun harapan itu datangnya secara tiba-tiba, tetap sadarilah bahwa setetes pengharapan kepada manusia atau mahluk ciptaan-Nya itu berbahaya. Makanya, jangan nodai hati dengan ketergantungan kepada selain Tuhan, Pemilik dan penguasa jagat raya ini.

Sejatinya, masalah itu terjadi karena kenyataan tak pernah sesuai dengan harapan. Maka dari itu, keberadaan sebuah pengharapan adalah akar dari masalah. Dan kenyataan, adalah implikasi dari harapan yang tak terwujud itu.

Karena, tidak semua manusia mampu membalas pengharapan seseorang. Tidak semua hati sanggup menerima perasaan atau permohonan dari orang lain terhadap dirinya. Yang jelas, karena mahluk itu memiliki keterbatasan yang sudah pasti adanya. Tentang seberapa besar atau seberapa banyak keterbatasan itu ada, kita tak pernah tahu, takkan pernah tahu, jikapun harus bertanya kepada si pemilik harap.

Ya. Kita tak pernah bisa menakar seberapa banyak perasaan yang ada di dalam hati kita untuk orang lain, ataupun sesuatu. Tak pernah bisa menjatuhkan pilihan kepada siapa atau kepada apa hati ini berharap. Sekalipun mungkin nalar dan sadar kita menolak untuk terjatuh, namun jika apa yang telah tertulis di Lauh Mahfuz sana menyatakan bahwa kita harus luruh. Apapun yang terjadi, sesuatu itu akan tetap menjadi hak kita, atau sebaliknya.

Bagi sebagian orang, mungkin melupakan adalah jalan terbaik yang akhirnya ditempuh ketika rasa sakit diabaikan menjelma menjadi sebuah kebencian yang mendalam. Sebenarnya, salah sendiri kenapa merawat harapan itu sedemikian rupa. Memupuknya dengan sugesti-sugesti indah, yang belum tentu nyata. Percayalah, semua itu datangnya hanya dari buhul-buhul api setan semata. Yang mereka tiupkan ke dada-dada kita.

Maka dari itu, cepat atau lambat seorang hamba sebagaimana diri kita seharusnya menyadari dan mengubah haluan arah berlari. Mungkin tidak apa jika harus terseok-seok di tengah perjalanan.

Berhentilah sejenak untuk merapikan kembali niat, dan mengumpulkan lagi tekad. Agar bukan hanya pengharapan saja yang ada di hati. Namun, juga kepasrahan kepada Sang Maha Pemberi. Ketawadhuan terhadap apa yang dimiliki. Qonaah. Dan sikap-sikap yang seharusnya dimiliki sebagai seorang milenialis muslim sejati

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

0 comments:

Post a Comment