Tuesday, September 4, 2018

Menyusophia : Chapter 2



“John, siang ini kamu ditugaskan komandan untuk menyidak kota sebelah,kata Laz dengan nada datar. Sementara matanya masih sibuk menatap layar komputer berisi laporan dalam  bentuk excel.
“Apa? Sidak? Kota sebelah? Gila kamu. Bukankah kita semua tahu bahwa kota tersebut sedang dalam kondisi siaga? Kenapa pula saya harus menyidaknya?”
“Ya saya juga nggak tahu. Saya hanya menyampaikan perintah dari komandan saja. Tidak kurang, tidak lebih. Oh ya, kalau mau protes atau marah jangan ke saya, ya. Langsung saja kamu temui komandan Arjun,” masih dengan nada yang teramat datar, Lazuardi seolah tidak peduli dengan esensi dari apa yang ia sampaikan kepada John. Yang terpenting adalah ia sudah menyampaikan pesan tersebut. Walaupun dalam keadaan yang mungkin tidak menyenangkan untuk si penerima.
“Hmm.. Lantas siapa rekanku?”
“Tidak ada.”
“APA-APAAN!” John menggebrak meja kerja Lazuardi dengan keras. Air mukanya mendadak merah setelah mendengar jawaban terakhir dari rekan kerjanya tersebut.
“Sudah saya bilang. Jangan marah pada saya, saya hanya menyampaikan,” nada datar yang konsisten Laz pertahankan, membuat John semakin kesal. Ia lantas meninggalkan ruangan itu dengan nafas memburu bercampur debar jantung yang tak terkendali.
Di sepanjang koridor kantor kepolisian Distrik Utara, John memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik yang bisa ia pikirkan jika menjalankan tugas kali ini. Ia lebih suka bertugas menjinakkan bom ataupun menangkap penjahat paling dicari sekali pun, daripada harus berhadapan dengan wabah mematikan yang membuat pengidapnya berubah layaknya monster.

***
“Saya percaya kepadamu.”
“Lantas, apakah atas dasar kepercayaan itu bapak menugaskan saya ke tempat rawan itu sendirian?”
“Karena kamu adalah salah satu calon yang benar-benar saya pertimbangkan untuk menggantikan posisi saya nantinya.”
“Terima kasih atas kesempatan ini. Jujur mendapatkan tugas langsung dari bapak adalah suatu kehormatan bagi saya. Namun untuk menjalankan tugas ini sendirian, saya tidak tahu apakah saya sanggup atau tidak,” nada keputusasaan tergambar jelas dari pernyataan John. Kepalanya menunduk. Jika tidak malu dengan seragam kehormatan dan siapa yang mengutusnya, pasti ia sudah menangis sekarang.
“Saya sangat paham posisi kamu saat ini. Namun, mau tidak mau kamu tetap harus menerima tugas ini apapun kondisinya. Kamu harus tetap berangkat ke kota sebelah untuk melakukan sidak.”
John tidak sanggup menatap mata komandannya. Kepalanya masih tertunduk dengan perasaan campur aduk yang kini menguasai hatinya. Ia hanya bisa pasrah, jika keadaannya sudah mendesak seperti ini.
“Baik. Saya anggap kamu menerima tugas ini. Oh ya, secara khusus saya juga mengutus seseorang untuk berangkat bersamamu. Meskipun dia perempuan, namun kamu pasti membutuhkannya untuk memecahkan teka-teki tentang siapa yang menyebarkan wabah Menyusophia sebenarnya.”
Detik selanjutnya, John hanya bisa membelalakkan mata melihat siapa perempuan yang akan menemani tugasnya kali ini. Segala ketakutan yang tadi sempat dirasakannya luruh seketika, menghantam lantai.


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6


0 comments:

Post a Comment