Monday, September 3, 2018

Secangkir Senja


Secangkir senja tumpah di sudut barat langit
Ternoda oleh beningnya matahari yang nampak tinggal segaris
Bersiap pulang ke peraduan
Dewi malam mengintip dicelah dedaunan malu-malu
Seakan hadirnya adalah tabu

Segenggam rindu mengotori sudut-sudut kota
Meninggalkan bekas rasa di tiap trotoar
Jejak-jejak tak nampak itu, menjadi prasasti
Tentang bongkahan rasa di dalam hati
Yang pernah ingin mengabadi

Lamunanku terserak di halaman rumah
Mencarimu yang selalu datang ketika lelah
Yang selalu mengetuk pintu ketika rindu
Yang berjanji tidak pernah akan pergi
Walau ikatan kita tak pasti

Tapi itulah kau
Bualanmu terlalu nyata
Adalah jua fatamorgana yang kupercaya begitu saja
Aku terjebak dalam aksaramu yang maya

Sepotong tanya menggantungkan diri pada sayap malam
Apakah kau akan pulang?
Tidak ada jawaban dari bintang-bintang
Dewi malam lebih sadis daripada raja siang

Untuk engkau, lelaki yang selalu tersenyum kepada laut
Sesungguhnya aku mencintaimu tanpa kebohongan
Ingin milikimu  seutuhnya dengan benar
Rasaku benar
Cintaku benar

Kau mengajariku cara tertawa
Cara bahagia
Cara mengeja rasa

Tapi, kenyataan itu palsu
Tawamu bukan untukku
Bahagiamu bukan karenaku
Ejaan rasamu tidak bersamaku

Ah, lelaki penyuka laut
Aku selalu lupa bahwa kita hanya dua orang
Yang selalu berdua tanpa ikatan apa-apa
Nyatanya, kau bukan milikku
Dan aku bukan sesiapamu

Wajar jika kau pergi
Tanpa kabar akan kembali
Tapi kumohon,
Pergilah dengan benar
Hilanglah dengan baik

Agar kubisa terima kenyataan palsu ini tanpa ragu

0 comments:

Post a Comment