Saturday, October 20, 2018

Good Goodbye

Sudah sejak dulu, aku tidak pernah suka dengan keadaan dimana aku ditinggalkan oleh orang lain. Aku, justru lebih senang meninggalkan. Meski tak jarang membuat sedih orang yang ku tinggal itu. Tapi ku rasa, memang lebih baik seperti ini. Sebab, ketika aku memilih meninggalkan seseorang yang aku cintai, akan mudah bagi orang itu untuk membenciku, lalu akhirnya melupakanku. Mungkin sedikit kejam, tapi beginilah caraku beriman kepada Allah yang satu. Dengan meninggalkan apa-apa yang tidak diridhai-Nya, walau itu berupa kebahagiaan. Terlepas dari itu semua, selalu ku yakinkan pada diri, bahwa ini hanya dunia. Yang tidak ada artinya disisi Allah.

Aku juga termasuk orang yang bisa memaafkan, tapi sulit melupakan. Hatiku ini memanglah keras layaknya karang. Bukan hal yang mudah untuk bisa membuatnya tumbang.

Dalam sejarah perjalanan hidupku yang baru 19 tahun berjalan, sudah ada dua orang laki-laki yang pernah membuatku merasa dimiliki. Merasa membuatku berarti dengan dicintai, merasa dibahagiakan melalui segala hal. Sudah dua, atau baru dua? Biarlah. Mereka adalah masa lalu yang pada hari ini benar-benar ingin ku hapus dari laci memori jiwaku. Ya, aku ingat mereka pernah sangat berarti. Tapi, apalah arti mereka jika tak membuat Allah merahmati? Tidak ada, kan?

Waktu terpukul mundur pada kejadian 7 tahun yang lalu. Dimana pada saat itu, aku duduk di bangku sekolah dasar, yang sebentar lagi akan aku tinggalkan. Dalam ingatanku, tidak hanya bangku sekolah yang pada akhirnya akan ku tinggalkan, melainkan juga seseorang. Orang yang pernah ku cintai selama hidupku kala itu.

Yunan, dialah cinta pertamaku yang sesungguhnya. Seorang laki-laki berwajah oriental keturunan Jawa asli. Seseorang yang sudah ku kenal dan sukai semenjak masuk sekolah pertama kali. Tetangga sebelah rumah yang waktu kecil dulu selalu berpotongan rambut layaknya mangkuk. Laki-laki dengan anugerah ketampan tanpa cela dari Illahi. Jika ku hitung lagi, aku pernah menyukainya selama delapan tahun lamanya. Terhitung semenjak hari pertama aku mulai bersekolah, yaitu pada usia empat, kala itu.

Tapi ku rasa, aku telah melakukan suatu kesalahan besar di hadapan Tuhanku. Hingga berakibat fatal pada hati dan pikiranku. Memporak-porandakan keimanan yang telah lama aku bangun dan pertahankan. Ada apa denganku?

Semua menjadi pantas untuk ku pertanyakan pada hati dan diri.

***

Seminggu sebelum Ujian Akhir Sekolah dadaku tiba-tiba terasa sesak. Nampaknya bukan karena penyakit atau semacamnya. Kurang pasti ini apa. Yang jelas, membuatku susah belajar, dan malah mengkhayal. Padahal, beberapa hari lagi ujian akan segera dimulai. Dan tentu saja, ini menentukan apakah aku akan lulus dari sekolah ini atau tidak.

Di meja belajar kamarku, sebenarnya telah tertumpuk beberapa buku yang siap ku lahap untuk amunisi perang saat ujian nanti. Buku-buku pelajaran pun sudah ku pilah, ku kelompokkan sesuai mata pelajaran per harinya. Tinggal menunggu hari H saja, untuk di pelajari satu demi satu.

Tapi, tidak untuk malam ini. Pandanganku kosong. Menembus dinding di depan sana. Entah memikirkan apa atau siapa. Yang jelas, pada saat itu aku hanya ingin menumpahkan sesuatu dalam sebuah tulisan.

“Krek” bunyi sobekan kertas dari pertengahan buku yang barusan ku lepas dari tempatnya. Aksara demi aksara ku rangkai sedemikian rupa. Aku menulis surat, untuk seseorang.

Aku lebih memilih pergi dan patah hati sendirian. Meski kehilangan adalah yang paling lama disesap waktu, tapi tak akan ada keikhlasan dan ketegaran jika tak ada peristiwa itu sebelumnya.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
This entry was posted in

0 comments:

Post a Comment