Monday, October 22, 2018

Khianat

Surat itu masih tergeletak di tempatnya semula. Belum sempat kubaca, bahkan kusentuh pun tidak. Pak Imin, supir pribadiku yang mengantarkannya kemarin. Tidak ada keterangan apa-apa ketika beliau menunjukkan surat itu kepadaku. Seperti yang sudah-sudah, beliau juga tahu betul tabiat si pengirim. Siapa lagi kalau bukan mantan suamiku. Ingin rasanya mengumpat dengan kata kasar ketika menyebutkan namanya lagi. Tapi tidak, aku masih memiliki etika dengan porsi yang cukup untuk penghianatan yang ia lakukan dulu.

Bagaimana tidak? Aku sudah berusaha sesabar mungkin menghadapi tabiat buruknya yang sering pulang malam dengan bau alkohol atau parfum perempuan yang membekas di jas kerjanya. Kubiarkan itu selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan tanpa ku meminta penjelasan. Namun, pada suatu kali aku merasa kesabaran itu ada batasnya. Aku sudah muak terhadap perlakuannya selama ini. lantas, pada malam itu pertengkaran hebat pun terjadi.

Akhir dari adu mulut kami adalah perceraian ini. Lantas, karena hak asuh anak jatuh ke tanganku, sampai detik ini ia terus memelas memintaku untuk rujuk. Cih, apa pula nantinya yang akan terjadi pada anakku kelak? Aku tidak mau tabiat-tabiat buruknya menular pada Rasti dan Bima nantinya. Mereka lebih baik kehilangan ayah berandalan itu, daripada dididik dengan sesuatu yang akan merusak mental dan logika mereka. Ya, aku lebih memilih menjadi single parent untuk anak-anakku, daripada harus membesarkan anak-anakku bersamanya.

Mungkin, aku terlalu egois untuk masalah ini. Namun, kurasa inilah yang terbaik demi masa depan anak-anakku. Tidak peduli sebanyak apa ia mengirim surat untuk memintaku luluh, sayatan demi sayatan  yang dulu selalu ia goreskan telah lebih dari cukup untuk membuat hati ini tidak lagi setegar dan sesehat sebelum aku bertemu dengannya. Mungkin, suatu hari kelak aku akan memaafkannya, tapi tidak untuk sekarang ini.

Karena hati perempuan layaknya sebuah cermin. Jika ia telah pecah berkeping-keping, maka jikapun seseorang berusaha menyatukan kembali kepingan-kepigan itu, yang ada tetap saja ia tak bisa kembali utuh seperti sedia kala.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
This entry was posted in

0 comments:

Post a Comment