Sunday, October 28, 2018

Si Kulit Putih II

"Rumahmu dimana? Mari kuantar kamu pulang!" suara itu menyeru tapi tidak terkesan memaksa. Lembut tapi tegas.

"Kakak kok bisa bahasa Indonesia, sih?" Malah kata itu yang akhirnya keluar dari mulutku. Nampaknya, waktu kecil dulu, rasa ingin tahuku lebih besar daripada rasa sakitku.

"Ah, itu nanti saja! Sekarang, yang penting kamu harus obati lukamu dulu. Kakimu berdarah tuh!" Serunya marah. Tapi, matanya berbinar memancarkan kepedulian. Aku hanya tepekur menatap luka di kakiku. Tersenyum canggung, tak tahu apa yang harus kulakukan.

Akhirnya, aku menurut. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, si kulit putih memboncengku ke belakangnya. Selalu cerewet tentang hal remeh temeh. "Pegangan yang kuat lho! Nanti kamu jatuh!" "Masih jauh lagi nggak rumahmu?" "Kamu masih kuat kan? Yang sabar ya, jangan nangis!" Padahal sudah sejak tadi aku tidak menangis lagi.

"Sudah sampai?" Tanyanya ketika kami sampai di halaman depan rumahku. Nampak ibuku sedang menyapu pekarangan. Melihatku, ibu langsung berhambur kepadaku dan si kulit putih, sementara sapu ijuknya ia tinggal begitu saja.

"Ya ampun Lisa! Kamu kenapa, nak? Kaki kamu berdarah? Kamu jatuh? Mana sepedamu, nak?" Serentetan kata tanya itu keluar bagai rentetan peluru. Wajah kuyunya setelah seharian mengerjakan pekerjaan rumah tangga, nampak sangat khawatir. Aku jadi merasa serba salah dalam situasi seperti ini.

"Iya bu, tadi Lisa jatuh. Masih sedikit sakit sih kakinya. Tapi udah agak mendingan, sih. Soalnya, tadi kakak ini langsung nolongin Lisa keluar dari selokan. Trus sepedanya..."

"Apa??? Kamu jatuh di selokan?" Kaget ibu memotong pemnbicaraanku.

"Iya bu, sepedanya juga masih di sana. Tadi saya mau nganter sekalian, tapi nggak bisa dibawa keduanya. Sekarang ibu tolong obatin luka-luka Lisa, ya. Biar saya ambil sepedanya lagi." Kata si kulit putih sambil tersenyum pada ibuku.

Tersenyum canggung, ibu mengiyakan perkataan si kulit putih. Tanpa banyak kata lagi, sepedanya langsung meluncur ke jalanan. Menjemput sepedaku yang masih tertinggal.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
This entry was posted in

0 comments:

Post a Comment